Senin, 23 Desember 2013

materi 2 dan 3 muatan lokal bahasa kutai untuk kelas 4 sd



MATERI 2 : ASAL KATA KUTAI SERTA KERAJAANNYA
Mahakam adalah saksi sejarah yang tertua, Airnya yang mengalir dari hulu ke hilir, berputar-putar di setiap lekukan teluk, berdesir melewati celah-celah tebing, seakan nyanyian alam yang tak pernah berhenti menyanyikan lagu-lagu zaman.

Kerajaan Kutai yang berdiri tahun 1320 tidak akan pernah tertulis dalam catatan sejarah, seandainya dahulu tidak ada seorang Raja Kutai Lama "Aji Pangeran Dipati Anom Panji Mendapa ing Martapura" (1730-1732) dan mungkin pula kata "Kutai" tidak pernah ada, andaikan jauh sebelum itu tidak ada sebuah kapal Cina yang terdampar ke sana. Mereka singgah untuk menjahit layar yang dirobek-robek badai. Sampai-sampai gunung disitu dinamakan Gunung Jahitan Layar.

Laksamana Chen Pie yang memimpin ekspedisi pelayaran, merasa kapalnya telah berada jauh dari muara, lalu menyebut tempat yang disinggahinya dengan nama "Kho Thei" atau tempat yang jauh di pedalaman. Kata ini berproses dari mulut ke mulut, untuk kemudian lidah rakyat setempat lebih pas mengucapkannya dengan kata Kutai. Dari sinilah cikal bakal Kutai yang kita kenal.

Pada awalnya kutai bukanlah nama suku, akan tetapi nama tempat/wilayah dan nama Kerajaan tempat ditemukannya prasasti Yupa oleh peneliti Belanda. Seluruh masyarakat asli Kalimantan sendiri sebenarnya adalah Serumpun, Antara Ngaju, Maanyan, Iban, Kenyah, Kayatn, Kutai ( Lawangan - Tonyoi - Benuaq ), Banjar ( Ngaju, Iban , maanyan, dll ), Tidung, Paser, dan lainnya. Hanya saja Permasalahan Politik Penguasa dan Agama menjadi jurang pemisah antara keluarga besar ini. Mereka yang meninggalkan kepercayaan lama akhirnya meninggalkan adatnya karena lebih menerima kepercayaan baru dan berevolusi menjadi Masyarakat Melayu Muda. Khususnya dalam Islam maupun Nasrani, hal - hal adat yang bertolak belakang dengan ajaran akan ditinggalkan. Sedangkan yang tetap teguh dengan kepercayaan lama disebut dengan Dayak
.kutai menjadi nama suku akibat dari politik kepentingan penguasa saat itu yang berambisi menyatukan Nusantara yaitu Maharaja Kertanegara penerus Singasari yang berasal dari Jawa dengan tujuan untuk menahan perluasan kekuasaan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol. Disaat itu selama kekuasaan Kertanegara sebagian masyarakat asli Borneo yang biasa disebut dengan Masyarakat Dayak akhirnya bertransformasi menjadi Masyarakat Kutai saat berdiam di wilayah Kekuasaan Kerajaan Kertanegara dan diharuskan mematuhi peraturan Penguasa. Yang menolak dan memiliki kesempatan melarikan diri akhirnya masuk ke pedalaman dan tetap menjadi Masyarakat Dayak. Versi lain menyebutkan bahwa istilah dayak juga bukan merupakan nama suku dulunya karena istilah dayak merupakan nama pemberian Belanda yang digunakan oleh para kolonial Belanda untuk menghina masyarakat.
Menurut informasi lain, Nama Kutai berawal dari nama Kerajaan Kutai Martadipura di Muara Kaman, sebenarnya nama kerajaan ini awalnya disebut Queitaire (Kutai) oleh Pendatang dan Pedagang awal abad masehi yang datang dari India selatan yang artinya Belantara dan Ibukota Kerajaannya bernama Maradavure (Martapura) berada di Pulau Naladwipa ( istilah Kalimantan di kitab Jawa )dan letaknya di tepi Sungai Mahakam di seberang Persimpangan Sungai Kanan Mudik Mahakam yakni Sungai Kedang Rantau asal nama Kota Muara Kaman sekarang. Dalam berita Champa atau Cina disebut Kho-Thay artinya Kota Besar atau Bandar Kerajaan Besar. Ada pendapat lain, dari sudut pandang masyarakat Jawa, bahwa Sumpah Palapa Patih Gajah Mada di Majapahit sempat menyebutkan Tunjung Kuta, ada pula yang mengatakan tulisan yang benar adalah Tunjung Kutai, akan tetapi ini pada masa kerajaan kartanegara
Menurut Legenda Kerajaan Sendawar dengan Raja Tulur Aji Jangkat bersama permaisuri Mok Manor Bulatn dan mereka memupnyai 5 orang anak : Sualas Gunaaqn (Menjadi Keturunan Dayak Tunjung), Jelivan Benaaq (Menjadi Keturunan Dayak Bahau), Nara Gunaa (Menjadi Keturunan Dayak Benuaq), Tantan Cunaaq (Menjadi Keturunan Dayak Kenyah) dan Puncan Karnaaq (Menjadi Keturunan Dayak Kutai ).
Adapaun tradisi lisan di tiap keluarga masyarakat kutai yang mengatakan bahwa leluhur mereka berasal dari negeri cina, mirip dengan tradisi lisan masyarakat Dayak Kenyah. Sehingga ada anggapan bahwa Kutai ini adalah persatuan dari banyak subsuku masyarakat Dayak dalam rangka mencari identitas baru.
Dari pemaparan di atas diketahui bahwa kutai pada masa itu adalah nama Kerajaan/kota/wilayah tempat penemuan prasasti bukan nama suku (etnis) dan hubungan kekerabatan Suku Kutai dan suku dayak sangat kuat. Hanya saja pengaruh agama Islam dan akulturasi pendatang yang menyebarkan agama Islam ( Sumatra, Cina, Banjar, Jawa ) serta perang antar kerajaan ( Dinasti Kartanegara dari Majapahit yang memenangkan peperangan melawan kerajaan Kutai Martadipura ) pada saat itu mengakibatkan budaya Suku Kutai menjadi agak berbeda dengan suku dayak saat ini. Oleh karena itulah Suku Kutai asli akan menyebut suku dayak dengan istilah Densanak Tuha yang artinya Saudara Tua karena masih satu leluhur.





MATERI 3 :  penjelasan tentang sukunya
Menurut tradisi lisan dari Suku Kutai, Proses perpindahan penduduk dari daratan asia yang kini disebut provinsi Yunan - Cina selatan berlangsung antara tahun 3000-1500 Sebelum Masehi. Mereka terdiri dari kelompok yang mengembara hingga sampai di pulau Kalimantan dengan rute perjalanan melewati Hainan, Taiwan, Filipina kemudian menyeberangi Laut Cina Selatan menuju Kalimantan Timur. Pada saat itu perpindahan penduduk dari pulau satu ke pulau lain tidaklah begitu sulit kerena pada zaman es permukaan laut sangat turun akibat pembekuan es di kutub Utara dan Selatan sehingga dengan hanya menggunakan perahu kecil bercadik yang diberi sayap dari batang bambu mereka dengan mudah menyeberangi selat karimata dan laut cina selatan menuju Kalimantan Timur. Para imigran dari daratan Cina ini masuk ke Kalimantan Timur dalam waktu yang berbeda, kelompok pertama datang sekitar tahun 3000-1500 Sebelum Masehi termasuk dalam kelompok ras Negrid dan weddid kelompok ini diperkirakan meninggalkan Kalimantan dan sebagiannya punah. Kemudian sekitar tahun 500 sebelum masehi berlangsung lagi arus perpindahan penduduk yang lebih besar dan kelompok inilah yang diperkirakan menjadi cikal bakal penduduk kutai, Setelah adanya arus perpindahan penduduk dari Yunan terjadilah percampuran penduduk kerena perkawinan.
Penduduk kutai pada masa itu terbagi menjadi lima puak (lima suku):
1.      Puak Pantun
2.      Puak Punang
3.      Puak Pahu
4.      Puak Sendawar
5.      Puak Melani

Puak Pantun
Puak Pantun adalah suku tertua di kalimantan timur, dan merupakan suku atau Puak yang paling Tua di antara 5 Suku atau Puak Kutai lainya, mereka adalah suku yang mendirikan kerajaan tertua di Nusantara yaitu kerajaan Kutai Martadipura di Muara Kaman pada abad 4 Masehi. Suku ini mendiami daerah Muara Kaman Kab. Kutai Kartanegara dan sampai Daerah Wahau dan Daerah Muara Ancalong, serta Daerah Muara Bengkal, Daerah Kombeng di dalam wilayah Kab.Kutai Timur sekarang, suku Kutai pantun dapat dikatakan sebagai turunan para bangsawan dan Pembesar di Kerajaan Kutai Martapura (Kutai Mulawarman). Raja pertamanya dikenal dengan nama Kudungga, dan kerajaan ini jaya pada masa dinasti ketiganya yaitu pada masa Raja Mulawarwan. Dibawah pimpinan Maharaja Mulawarman, kehidupan sosial dan kemasyarakatan diyakini berkembang dengan baik. Pemerintahan berpusat di Keraton yang berada di Martapura wilayah kekuasaannya terbentang dari Dataran Tinggi Tunjung (Kerajaan Pinang Sendawar), Kerajaan Sri Bangun di Kota Bangun, Kerajaan Pantun di Wahau, Kerajaan Tebalai, hingga ke pesisir Kalimantan Timur, seperti Sungai China, Hulu Dusun dan wilayah lainnya. Dengan penaklukan terhadap kerajaan-kerajan kecil tersebut, kondisi negara dapat stabil sehingga suasana tentram dapat berjalan selama masa pemerintahannya. Suku ini mendiami daerah Muara Kaman Kab. Kutai Kartanegara dan sampai Daerah Wahau dan Daerah Muara Ancalong, serta Daerah Muara Bengkal, Daerah Kombeng di dalam wilayah Kab.Kutai Timur sekarang.

Puak Punang
Puak Punang (Puak Kedang) adalah suku yang mendiami wilayah pedalaman. Diperkirakan suku ini adalah hasil percampuran antara puak pantun dan puak sendawar (tunjung-benuaq). Oleh karena itu, logat bahasa Suku Kutai Kedang mengalunkan Nada yang bergelombang. Misalya bahasa Indonesia “Tidak”, Bahasa Kutai “Endik”, Bahasa Kutai Kedang “Inde”…. tegas alas gelombang. Suku ini mendirikan kerajaan Sri Bangun di Kota Bangun (atau dikenal dengan nama Negeri Paha pada masa pemerintahan Kutai Matadipura). Puak punang ini tersebar diwilayah Kota Bangun, Muara Muntai, danau semayang, Sungai Belayan dan sekitarnya.
Dalam pemerintahan Kerajaan Kutai Martapura dari tahun, 350-1605, yang beribukota di Muara Kaman, kawasan Kota Bangun diketahui bahwa wilayahnya bernama NEGERI PAHA meliputi daerah : KEHAM, KEDANG DALAM, KEDANG IPIL, LEBAK MANTAN, LEBAK CILONG.
Negeri ini setingkat Propinsi dipimpin seorang Mangkubumi (Adipati Wilayah), suku ini disebut Suku Kutai Kedang (Orang Adat Lawas) adapun pimpinannya berigelar Sri Raja (Raja Kecil) dan Sri Raja terakhir bernama Sri Raja TALIKAT merupakan kerabat Raja di Muara Kaman, dan memerintah di ibukota Keham sampai sekarang masyarakat Adat Lawas masih mendiami daerah tersebut diatas.
Puak Pahu
Puak Pahu adalah suku yang mendiami wilayah kedang pahu. Suku ini tersebar di muara pahu dan sekitarnya.

Puak Sendawar
Puak Sendawar adalah suku yang mendiami wilayah sendawar (Kutai Barat), suku ini mendirikan Kerajaan Sendawar di Kutai Barat dengan Rajanya yang terkenal dengan nama Aji Tulut Jejangkat. Suku ini mendiami daerah pedalaman. Mereka berpencar meninggalkan tanah aslinya dan membentuk kelompok suku masing-masing yang sekarang dikenal sebagai suku Dayak Tunjung, Bahau, Benuaq, Modang, Penihing, Busang, Bukat, Ohong dan Bentian.
  • Suku Tunjung mendiami daerah kecamatan Melak, Barong Tongkok dan Muara Pahu
  • Suku Bahau mendiami daerah kecamatan Long Iram dan Long Bagun
  • Suku Benuaq mendiami daerah kecamatan Jempang, Muara Lawa, Damai dan Muara Pahu
  • Suku Modang mendiami daerah kecamatan Muara Ancalong dan Muara Wahau
  • Suku Penihing, suku Bukat dan suku Ohong mendiami daerah kecamatan Long Apari
  • Suku Busang mendiami daerah kecamatan Long Pahangai
  • Suku Bentian mendiami daerah kecamatan Bentian Besar dan Muara Lawa

SOAL EVALUASI PERTANYAAN:
1.sebutan apa yang disebut suku kutai asli kepada suku dayak ?
2.siapa kah  AJI PANGERAN DIPATI ANOM PANJI MENDAPA ING MARTADIPURA?
3.siapakah nama anak-anak kerajaan sendawar? ,SEBUTKAN minimal  3 !
4.sebutkan dan  jelaskan 5 suku kutai?
5.siapa LAKSANAMANA CHEN PIE ?

Selasa, 19 November 2013

MUATAN LOKAL BAHASA KUTAI

1. BAHASA KUTAI














Bahasa Kutai adalah bahasa melayu  yang hidup dan berkembang sejalan dengan perkembangan suku kutai . Suku Kutai adalah suku yang mendiami alur sepanjang sungai mahaka, dan populasinya terbesar di wilayah bekas kabupaten kutai  dahulu (Kabupaten induk dari kabupaten kutai  barat ,Kutai Kartenegara dan Kutai Timur  sekarakang ini).
Bahasa Kutai umumnya hidup dan berkembang dalam bentuk penuturan (percakapan), serta sastra dalam bentuk Puisi (Pantun) Sangat sedikit bukti-bukti tertulis yang dihasilkan dalam bahasa Kutai, terlebih lagi yang dihasilkan pada periode pemerintahan Sultan kutai Kartanegara Umumnya produk tertulis pada zaman itu berbahasa Melayu, dengan huruf jawi
Berdasarkan morfologi  penuturannya, ada beberapa dialek dalam bahasa Kutai yang umum dijumpai saat ini, yaitu dialek Tenggarong (umum, sudah agak modern karena bercampur / dipengaruhi akan bahasa indonesia), dialek Kota Bangun, dialek Muara Muntai, dialek Muara Kaman, dan masih banyak lagi. Bahkan di kutai Timur dan Barat ada beberapa daerah yang dialeknya juga berbeda-beda. seperti dialek Muara Ancalong yang dialeknya berbeda karena penduduk mayoritas adalah dari suku dayak. Dalam satu kecamatan bisa saja dialek bahasa kutai yang digunakan berbeda - beda. Jadi penjelasan di atas adalah hanya contoh dari banyak dialek yang ada. Mungkin para peneliti sastra berikutnya akan dapat lagi merinci sub-sub dialek di wilayah sekitar Tenggarong, Kota Bangun dan Muara Ancalong tersebut. Dialek-dialek ini berkembang dengan diikuti perbedaan morfologi maupun peristilahan untuk setiap kosa kata.
BerdasarkanEtnologue, Bahasa Kutai terbagi menjadi dua:
  • Bahasa melayu kutai kota bangun (kode bahasa "mqg")
  • Bahasa melayu kutai Tenggarong {kode bahasa "vkt") dituturkan di Tenggarong, Loa Janan, Loa Kulu, Muara Kaman, Muara Pahu, Anggana)[1]
Perubahan Bahasa (Melayu) Baku, a menjadi e dalam Bahasa Kutai
Melayu Kutai
mandi mendi
jalan jelan
darah derah
balian belian

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1JMCVCgGzZ5HJOqH6nQgeXewSDqQxYLiUxwz7WnUHEWPciTyq7T5A8Cnr_yzuf9s2aEkYAzq1FYG7fLtCrsQuA-0iv1bnY7GvN7e8trb5L-fAg81p7lUu-IZDeh33SFAyahvCtc6Hw8M/s220/aaaaa+urg+kutai...jpg

BAHASA KUTAI KOTA BANGUN



Bahasa Kutai Kota Bangun adalah merupakan salah satu dialek dari beberapa  dialek bahasa kutai yg ada. Kode bahasanya adalah
Bahasa ini banyak di tuturkan oleh suku kutai di daerah hulu..
Dalam bahasa ini kebanyakan merubah huruf vokal a menjadi e (penyebutan; elang).. contoh: jalan (bhasa indo) = jelan (bhsa kutai kota bangun)
beberapa kosa-kata bahasa kutai kota bangun:

Penjabaran bahasa indonesia :bahasa kutai


Ada = ade
Adik = adek
Air = ranam
Alot = kattul
Aku = aku, nyawa
Ambil = alak
Anak = Anak, ngkanak
Anak kecil = Kanak halus
Anjing = koyok
Apa = Apa
Api = Api
Ayam = manok
Babi = Beii / baboi
Bagaimana = Tagek-apa, cemapa
Baju = Beju
Bakar = Tunu
Bangun = mingat
Banjir = Lalap
Baring = bering
Basi = bere
Bapak = bepak
Belakang = Blekang, dudi, buritan
Belum = belum
Benar = beneh, bujjur
Beol = behera
Berangkat = tulak
Berapa = berepa
Beri / serah = Beri / ancung
Besar = Pore
Besok =Mpagi
Betis = tloran / kloran
Bicara = Ncarang / ngabeb / ngecaca
Bikin / buat = polah
Bodoh = Hali, bodo
Bohong = Jinaka, naka
Boleh = kawa
Bosan / lelah = kepai , osok
Bukan = lain
Busuk = bonto
capek = lohai
celana = slawar
cengeng = berres
cepat = ancap
coba = Tarai, cobe
cuci = Tappas, besoh
dagu = jengking
danau = kanohan
dangkal = tuhur
Dayung = Ollah, ngollah (mendayung)
dekat = parak
dengan = kan
depan = Hadepan, muka’, luan
dia = iye
dimana = mana
dingin = callap
Disana / disitu = Saneh / sittu
dungu = krongo
elang = bunia
garuk = gogot
handuk = tuala
hari = ari
hujan = hujen
ibu = Ame, demmek, mamak
ikan = jukut
ikut = umpat
ingat = ingat
injak = Tijek, tinjek, jejjek
itu = Tu, ngia, ngintu
iya = au , he’e~, ho’o~
jalan = Jelan, nonjek (berjalan kaki)
jangan = ntik
jari = jerigi
jauh = jeuh
juga = Jugge, gin
Juriat/keturunan = purus
kabar = haber
kakak = kakak
kakek = Anek laki
kaki = betis
kalau = Amun, mun
kalian = kitta
kamu = Kauu, kula, kitta (u/ yg lebih tua)
kanan = kanan
kecil = Halus, kucit
kejar = Uyung, umbe
keluar = kluar
keluarga = Kula / kluarge
kemana = pagimana
kemarin = Mari, marintu
kembar = Gember
kenapa = nuapa
kerbau = krabbeu
khawatir = ringak
kiri = kiwa
kita = etam
koreng = kuris
kotor = Mrotak, kolot
kupas = Kopek
labu = lauu
laju = Sorong, lasit, laju
lama = lawas
Lari / berlari = bluncat
Lele/ ikan lele = Kalli, panang
Lempar = tabek
Lepas / melepas = Lapi / mlapi
lihat , melihat = Telek , nelek
Loncat = blencok
lupa = pipat
lutut = litut
makan = makan, mbekko, mbentas, mrojek
malas = Milai, kaccut, wadei
mampu = kehe
mancing = Mappas
mandi = mandi
manja = monjek
masuk = tama
mata = mata
mati = Mati, ninggel
mau = Handek
melorot = Te’oloi
menoleh = mlengah
menyeberang = nyumerang
merajuk = sola
mereka = Side, hide
milir = behenyut
minum = Minum, logoh (bahasa kasarnya)
miring = mereng
monye = kode
nama = nama
nenek = Anek bini
ompong = rompong
orang = Urang
pagi = hambet
pamali = tuhing
paman = Busu, tua (yg lebih tua dari bpk/ibu kita)
panas = Marrang / lattat
panu = panau
pasti = sareh
pegang = Koyot, jewat
perahu = gubeng
pergi = paggi
pernah = Suah, mrasa
pingsan = Siup . tanjel
pohon = puhun
potong = Potok, tattak
pukul = Jegur, papal
pulang = mullang
pusing = ngalu
Rindu / kangen = jonok
roboh = loros
rumah = rumah
sampai = Sampai, hantan / hinggen ( ket.batas )
sebentar = setumat
selesai = pupus
sembunyi = pukung
sempat = hawat
seperti = tagek
sering = Nongkai, dedes
siang = tangahari
siapa = sapa
singkong = Jebeu, hubbi kayu
sore = merian, sirap
sudah = lah
suka = ingin
sungai = Sungai, luah (anak sungai)
Sunyi / sepi = siok
surut = tuhur
tabrak = rumpak
taruh = lentak,  andek,  puruk (menaruh pada wadah)
tau = tahu
tega = ruttus
teman = kawan
tengkurap = telongkop
terbang = trabbeng
teriak = Mrahung, mriak, mrageng
terlanjur = copa
Terik (panas terik) = langat
Tidak , tidak ada = Inde , nade
Tidak karuan = nade pokan
tidur = tidur
ular = taddung
untuk = Kan, cager
wajah = muha
yang = ye